Jakarta, 28 Maret 2025 – Kondisi ekonomi Indonesia pada tahun 2025 menimbulkan kekhawatiran di kalangan ekonom dan investor, dengan beberapa indikator menunjukkan kemiripan dengan krisis finansial yang terjadi pada 1998. Meskipun demikian, Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen untuk bersinergi dalam menjaga stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global.
Analisis dari Katadata mengungkapkan beberapa faktor yang menunjukkan kemiripan antara kondisi ekonomi saat ini dengan krisis 1998. Salah satunya adalah tingginya kepemilikan portofolio asing di pasar saham Indonesia yang mencapai 42% pada 2025, lebih tinggi dibandingkan 35% pada 1997. Selain itu, defisit transaksi berjalan yang tercatat sebesar 0,32% dari PDB terlihat kecil karena melemahnya impor, bukan karena penguatan ekspor. Overconfidence dari bank sentral juga disoroti, mengingat rasio utang korporasi yang meningkat dari 28% pada 2020 menjadi 35% pada 2025.
Di tengah tantangan tersebut, Gubernur BI, Perry Warjiyo, dan Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menegaskan komitmen mereka untuk menjaga stabilitas ekonomi dan ketahanan sektor keuangan. Dalam rapat koordinasi pada 24 Maret 2025, kedua lembaga sepakat untuk memperkuat kerja sama dalam berbagai fungsi strategis guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT
Lesunya daya beli masyarakat turut mempengaruhi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Data menunjukkan bahwa indeks harga konsumen mengalami deflasi untuk pertama kalinya dalam 25 tahun, mencerminkan penurunan konsumsi domestik. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2025 diperkirakan hanya mencapai 5,03%, lebih rendah dari target yang ditetapkan pemerintah.
Untuk menghadapi tantangan ini, BI dan OJK telah mengambil berbagai langkah strategis. BI menyatakan kesiapan untuk melakukan intervensi guna menstabilkan nilai tukar rupiah yang mendekati level terendah sejak krisis 1998. Sementara itu, OJK memastikan bahwa sektor jasa keuangan tetap stabil dan berdaya tahan, didukung oleh tingkat permodalan yang tinggi dan pengendalian risiko yang memadai.
Meskipun terdapat kemiripan dengan kondisi krisis 1998, sinergi antara BI dan OJK diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi Indonesia di tengah ketidakpastian global. Masyarakat dan pelaku usaha diimbau untuk tetap tenang dan mendukung upaya pemerintah dalam menjaga perekonomian nasional.